Mumi-mumi dari sepanjang
sungai Nil mengungkapkan teknik irigasi tua yang
menyebabkan wabah schistosomiasis, sebuah penyakit
parasit air yang menginfeksi sekitar 200 juta orang di
masa sekarang.
Sebuah analisis mumi-mumi yang diketemukan di
Nubia, sebuah bekas kerajaan yang berada di Sudan
sekarang, memberi detail pertama kali tentang
prevalensi penyakit pada populasi masyarakat kuno, dan
bagaimana perubahan yang dilakukan manusia pada
lingkungan masa itu menyebabkan penyebarannya.
American Journal of Physical Anthropology
menerbitkan studi ini, dipimpin mahasiswa pasca sarjana
Emory, AmberCampbell Hibbs, yang baru saja menerima
gelar PhD dalam antropologi. Sekitar 25 persen mumi
dalam studi ini berusia 1500 tahun dan ditemukan
memiliki Schistosoma mansoni, spesies schistosomiasis
yang berasosiasi dengan teknik irigasi yang lebih
modern.
“Seringkali dalam kasus populasi prasejarah, kita
cenderung beranggapan kalau mereka bersahabat
dengan lingkungan, dan mendapat berkahnya,” kata
Campbell Hibbs. “Studi kami menunjukkan kalau sama
saja seperti orang masa kini, penduduk kuno ini mampu
mengubah lingkungannya sedemikian hingga
mempengaruhi kesehatan mereka sendiri.”
Studi ini ditulis oleh antropolog Emory George
Armelagos; William Secor, epidemiologis dari Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit; dan Dennis Van
Gerven, antropolog dari Universitas Colorado di Boulder.
“Kami berharap kalau pemahaman mengenai dampak
schistosomiasis di masa lalu dapat membantu
menemukan jalan mengendalikan apa yang menjadi
penyakit parasit paling luas di dunia sekarang, “ kata
Campbell Hibbs.
Schistosomiasis disebabkan cacing parasit yang hidup
dalam siput air tawar tipe tertentu. Parasit ini dapat
muncul dari siput untuk mencemari air tawar, dan
kemudian menginfeksi manusia yang kulitnya
bersentuhan dengan air.
Infeksi dapat menyebabkan anemia dan penyakit kronis
yang merusak pertumbuhan dan perkembangan kognitif,
merusak organ, dan meningkatkan resiko penyakit lain.
Bersama malaria, schistosomiasis merupakan salah satu
penyakit parasit paling merusak secara sosio-ekonomi di
dunia.
Sejak tahun 1920an, bukti-bukti schistosomiasis
dideteksi pada mumi dari daerah sungai Nil, namun baru
tahun-tahunsekarang analisis antigen dan antibodi
dari sebagian individu tersebut mungkin dilakukan.
Studi terbaru ini menguji sampel jaringan yang rusak
dari dua populasi Nubia atas dugaan infeksi S. mansoni.
Populasi Kulubnarti hidup sekitar 1200 tahun lalu,
pada era dimana banjir Nil mencapai ketinggian rata-
rata tertingginya, dan bukti arkeologis irigasinya
sedikit. Populasi Wadi Halfa hidup lebih jauh di daerah
selatan Nil, sekitar 1500 tahun lalu, ketika ketinggian
air rata-rata lebih rendah. Bukti arkeologis
menunjukkan kalau penduduk Wadi Halfa menggunakan
irigasi parit untuk merawat berbagai tanaman
pertanian.
Analisis sampel jaringan menunjukkan kalau 25 persen
populasi Wali Halfa dalam studi ini terinfeksi S.
mansoni, sementara hanya 9 persen Kulubnarti yang
terinfeksi.
Air tegak yang dikumpulkan lewat saluran irigasi
membantu penyebaran tipe siput yang mengandung S.
mansoni. Bentuk penyakit lain, Schistosoma
haematobium, menyebar lewat siput yang memilih hidup
dalam air yang bebas mengalir dan lebih kaya oksigen.
“Sebelumnya secara umum dianggap kalau populasi
kuno menderita schistosomiasis terutama disebabkan
oleh S. haematobium, dan kalau S. mansoni tidak
menyebar hingga bangsa Eropa muncul dan
memperkenalkan skema irigasi intensif,” kata Campbell
Hibbs. “Pandangan eurosentrik mengenai apa yang
terjadi di Afrika tersebut berasumsi kalau teknologi
yang lebih maju dibutuhkan untuk mengendalikan
elemen-elemen, dan kalau irigasi yang dilakukan secara
lebih tradisional tidak berpengaruh besar pada
lingkungan.”
Penulis George Armelagos adalah bioarkeolog yang
telah mempelajari populasi Nubia kuno selama lebih
dari tiga dekade. Lewat analisis ekstensif, ia dan rekan-
rekannya menunjukkan kalau hampir 2000 tahun lalu,
bangsa Nubia second ara teratur mengkonsumsi tetrasiklin,
paling mungkin dalam bir mereka, pada level yang
cukup tinggi hingga memperoleh efek antibiotiknya.
“Bangsa Nubia mungkin bangsa paling sehat
dibandingkan banyak populasi di masanya, karena iklim
yang kering, yang mengurangi beban bakteri, dan karena
mengkonsumsi tetrasiklin,” kata Armelagos. “Namun
prevalensi schistosomiasis yang ditunjukkan dalam
studi ini menyarankan kalau beban parasit mereka
ternyata cukup berat.”
Sumber berita:
Emory University.
Referensi jurnal:
Amber Campbell Hibbs, W. Evan Secor, Dennis Van
Gerven, George Armelagos. Irrigation and infection:
The immunoepidemiology of schistosomiasis in
ancient Nubia. American Journal of Physical
Anthropology, 2011; DOI: 10.1002/ajpa.21493
Tidak ada komentar:
Posting Komentar